Profil Tjipto Mangunkusumo
Nama Lengkap: dr. Tjipto Mangunkusumo
EYD: Cipto Mangunkusumo
Tempat Lahir : Pecangakan, Ambarawa, Semarang
Tanggal Lahir : 4 Maret 1886
Wafat : Jakarta, 8 Maret 1943
Ayah : Mangunkusumo
Gelar : Pahlawan Nasional
Tempat Lahir : Pecangakan, Ambarawa, Semarang
Tanggal Lahir : 4 Maret 1886
Wafat : Jakarta, 8 Maret 1943
Ayah : Mangunkusumo
Gelar : Pahlawan Nasional
Biografi Tjipto Mangunkusumo
Dr. Cipto mangunkusumo adalah Pahlawan Nasional yang merupakan anak sulung dari Mangunkusumo. Ia dilahirkan di desa Pecangakan, Jepara. Meski orang tua tergolong priyayi rendahan pada masanya, namun ia sukses menyekolahkan semua keturunan hingga mencapai taraf pendidikan yang tinggi. Cipto dikenal tidak hanya karena kemampuannya di dalam berpikir, namun juga karena pribadinya yang jujur. Ia bahkan mendapatkan julukan dari para guru, yaitu “Een Begaald Leerling”. Arti dari julukan tersebut adalah murid yang berbakat.Ia juga dikenal memiliki pendirian yang kokoh. Ini bisa terlihat dari berbagai tulisan yang ia buat berisi banyak kritikan pedas kepada Belanda. Ia menyalurkan aspirasinya lewat De Locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad mulai dari 1907. Setelah menamatkan pendidikan di STOVIA, ia ditunjuk sebagai Dokter Pemerintah Belanda dan dikirim ke Demak untuk ditugaskan disana. Hanya saja karena dinilai terlalu kritis, ia harus kehilangan pekerjaannya.
Dr. Cipto mangunkusumo juga dikenal lewat Budi Utomo. Ia ingin agar organisasi tersebut lebih demokratis, menyebabkan terjadinya bentrokan internal dengan pengurus lainnya di sana. Ini pada akhirnya membuat Cipto mengundurkan diri. Setelah itu, ia membuka praktek dokter yang berlokasi di Solo. Selain itu, ia juga berpartisipasi di dalam pendirian Kartini Klub yang ditujukan untuk memperbaiki nasib masyarakat. Di tahun 1912, bersama dengan Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij. Pada perjalanan karir selanjutnya, ia pergi ke Bandung dalam rangka menjadi penulis untuk harian De Express.
Ada momen dimana ia mendengar Belanda dan Prancis berniat merayakan 100 tahun kemerdekaan di Indonesia. Kemudian ia bernisiatif mendirikan Komite Bumiputera bersama rekan bernama Suwardi. Puncaknya adalah pada 19 Juli 1913, saat itu ia yang masih bersama Komite Bumi Putra merilis artikel berjudul “Ais Ik Nederlands Was” (andaikan saya seorang Belanda). Hanya selang sehari, ia menulis lagi artikel yang berisi dukungan terhadap Suwardi. Konsekuensi dari tulisan tersebut adalah ia dan sang rekan dimasukkan ke sel tahanan pada 30 Juli 1913.
Douwes Dekker tak tinggal diam. Sebagai teman, ia memberikan dukungan melalui tulisan yang intinya menyatakan keduanya adalah pahlawan. Ini justru membuat keadaan memburuk, yang pada akhirnya berujung pada pembuangan ketiga sekawan ini ke Belanda, tepatnya pada 18 Agustus 1913. Disana ia aktif di Indische Vereeniging, namun diijinkan kembali pulang ke Indonesia tahun 1914 karena masalah kesehatan. Sepulangnya ke Jawa, ia bergabung lagi dengan organisasi Insulinde yang akhirnya menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).
Cipto Mangunkusumo sempat dikira terlibat dalam sabotase, sehingga ia pun dibuang ke Banda Neira. Ia punya riwayat sakit asma, dan disini penyakitnya tersebut kambuh. Sempat diberi kesempatan untuk pulang ke Jawa dengan syarat melepaskan hak politik, ia menolak dengan tegas. Ia kemudian dipindah ke beberapa tempat, hingga menghembuskan nafas terakhir pada 8 Maret 1943.
Share this :
Catatan: Seluruh artikel biografi yang ada pada situs ini kami dapatkan dari berbagai sumber. Sedapat mungkin informasi yang disampaikan akurat dan benar, Kami mohon maaf jika informasi yang disampaikan masih terdapat kekeliruan atau kesalahan, Mohon untuk menghubungi kami melalui halaman Form Kontak atau melalui kotak komentar yang tersedia.
0 Komentar